• Headline News


    Tuesday, June 29, 2021

    Resesi Parlemen Buru Selatan

     

    Oleh : Hasan Bahta

    Pemuda Buru Selatan 


    Kinerja DPRD Buru Selatan selama kurang lebih tiga periode ini sangat jauh dari ekspektasi publik. Alih-alih memperjuangkan perubahan nasib konstituennya, namun yang berubah hanya nasibnya sendiri : hidup mewah dan glamor. Alhasil, lembaga wakil rakyat itu pasif bak patung bernyawa, hanya bisa melihat persoalan tetapi bisu tak berdaya dan tidak mampu bersuara kritis perjuangkan kepentingan rakyat.


    Setidaknya hal tersebut terpotret jelas dari celoteh Ketua DPRD Bursel yang disiarkan langsung dalam facebook beberapa waktu lalu. Selain gagal menjalankan fungsi anggaran, legislasi dan pengawasan. DPRD Buru Selatan juga nyaris tak pernah atau lalai melakukan reses yang menjadi kewajiban sesuai amanah undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang MD3. 


    Masyarakat atau konstituen di daerah ini mengaku tak akrab dengan istilah reses. Padahal istilah ini sangat familiar bagi masyarakat demokrasi bahkan yang masih sangat awam. Usut punya usut, ternyata anggota DPRD Buru Selatan belum pernah atau jarang melakukan kegiatan reses sehingga berdampak pada ketidaktahuan masyarakat terhadap istilah tersebut. Artinya, selama kurang lebih 12 tahun lembaga DPRD Buru Selatan eksis tak pernah ada kegiatan reses. Padahal reses adalah kewajiban anggota DPRD untuk menyerap aspirasi secara langsung sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan. 


    Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik tidak ada cara lain kecuali para anggota parlemen harus aktif mendatangi masyarakat. Jangan mengulangi kegagalan parlemen masa lalu yang hanya menunggu masukan dari masyarakat dan kemudian menampung aspirasi itu. Situasi ini akan menghasilkan.ketidakpercayaan masyarakat pada lembaga yang terhormat ini. (Heru Nugroho, 14 : 2012).


    Dengan tidak melakukan reses, anggota DPRD Buru Selatan tanpa sadar telah membangun jurang pemisah antara dirinya dan konstituen (pemilih). Padahal mereka dipilih untuk memperjuangkan kepentingan orang-orang yang memilih. 


    Kepada penulis, seorang wartawan di Buru Selatan mengaku tak pernah melihat atau mendengar anggota DPRD Bursel melakukan kegiatan reses. Menurutnya, yang paling miris adalah fungsi pengawasan tak pernah dijalankan. "Selain reses, fungsi pengawasan sangat lemah" singkatnya pesimis. Fenomena ini saya sebut sebagai resesi parlemen. Mengapa? Karena tidak melakukan reses sama dengan melawan perintah undang-undang atau lebih tepatnya terjadi kemerosotan moralitas anggota parlemen.


    Sebagai wakil rakyat, anggota DPRD tidak hanya bekerja di dalam kantor, tetapi juga bekerja di masyarakat, salah satunya dalam bentuk reses. Bahkan pekerjaan-pekerjaan anggota DPRD yang dikerjakan di kantor adalah dalam rangka melaksanakan tugasnya. Artinya, kerja-kerja yang dilakukan oleh anggota DPRD di dalam dan di luar gedung merupakan pekerjaan terintegrasi dan satu kesatuan. Tugas anggota DPRD dalam membentuk perda, anggaran, dan pengawasan di dalam gedung berupa rapat atau sidang dan menerima aspirasi. Sedangkan di luar gedung DPRD tugas tersebut dilaksanakan dalam bentuk melihat atau mengecek langsung, menerima aspirasi dari konstituen, mencocokkan data dan informasi atau laporan yang masuk dengan kenyataan sebenarnya di lapangan.


    Ketika rapat-rapat dengan eksekutif dalam hal ini SKPD terkait, mereka mempunyai data dan infomasi yang disajikan, tentu pemerintah mempunyai data resmi yang sudah mempunyai prosedur untuk validasinya, namun kenyatannya validasi data tidak selalu rutin sehingga banyak sekali kenyataan lapangan yang sudah berubah yang tidak tercakup dalam data pemerintah. Jika anggota DPRD tidak melakukan reses maka dia tidak akan tahu berbagai perubahan atau permasalahan yang terjadi di lapangan, sehingga bisa saja konstituennya tidak diperhatikan dalam perencanaan.


    Karena itu, reses merupakan mekanisme yang dapat dimanfaatkan anggota DPRD untuk mendapatkan data dan informasi perbandingan bagi penyelesaian suatu masalah atau perencanaan pembangunan. Reses memungkinkan anggota DPRD dapat mengecek dan berdiskusi langsung dengan konstituen atau pelaksana kegiatan atau program pembangunan di lapangan. 


    Reses tertuang secara terang di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu, istilah reses juga ada dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 


    Pada Pasal 391 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 menyebutkan masa persidangan meliputi masa sidang dan masa reses, kecuali pada persidangan terakhir dari satu periode keanggotaan DPRD kabupaten/kota, masa reses ditiadakan. Sementara pada pasal 64 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD


    mengatur: masa persidangan terdiri dari masa sidang dan masa reses, kecuali pada persidangan terakhir dari satu periode keanggotaan DPRD dilakukan tanpa masa reses. 


    Reses dipergunakan anggota DPRD secara perorangan atau kelompok untuk mengunjungi daerah pemilihan (dapil) guna menyerap aspirasi. Anggota DPRD secara perseorangan atau kelompok wajib membuat laporan tertulis atas hasil pelaksanaan tugasnya pada masa reses yang disampaikan kepada pimpinan DPRD dalam rapat paripurna. 


    Meskipun begitu, tidak ada aturan baku yang menjelaskan bagaimana reses dilakukan. Tidak ada juga panduan yang diterbitkan oleh DPR RI maupun DPRD untuk memandu pelaksanaan reses. Karena itu, masing-masing anggota DPR atau DPRD melakukan reses dengan metode masing-masing, umumnya dalam bentuk tatap muka, dialog, dan ceramah. Dengan metode tersebut, hasil reses sudah dapat diketahui sebelum reses dilakukan. Apalagi ketiga metode tersebut pun sulit dibedakan dalam proses pelaksanaannya. 


    Jika anggota DPRD Buru Selatan tak pernah melakukan  reses, maka dapat dipastikan dalam rapat kerja dengan  pimpinan OPD, para wakil rakyat itu akan lebih banyak diam dan setuju begitu saja terhadap data dan informasi yang tawarkan OPD. Bagaimana para wakil rakyat itu berargumentasi sementara tidak pernah menyerap aspirasi masyarakat di desa-desa pada daerah pemilihannya masing-masing. Anggota DPRD akan lebih gampang menyetujui semua keterangan pemerintah melalui OPD tanpa sedikit pun ada masukan dari wakil rakyat, padahal nyatanya kondisi masyarakat Buru Selatan secara umum masih sangat tertinggal dari semua sektor. Terutama sektor unggulan (leading sector) di Buru Selatan yakni pertanian.


    Padahal jika dilakukan reses maka dari masing-masing anggota dewan bisa membawa serta partainya untuk terjun langsung kepada konstituennya, sehingga dengan begitu anggota dewan bisa di kenal dan ideologi partaipun dapat mengakar ditataran grass root, dan proses komunikasi penyaluran aspirasi pun bisa lebih intens.


    Di akhir tulisan ini, saya dan masyarakat Buru Selatan pada umumnya berharap di sisa waktu ini para anggota DPRD Bursel perlu bekerja ekstra dan serius. Diantaranya mengidentifikasi berbagai permasalahan yang dialami dapilnya dan merancang strategi guna memperjuangkan aspirasi tersebut saat kegiatan reses maupun rapat kerja. Baik itu melalui kelembagaan maupun komunikasi yang lebih baik lagi dengan berbagai instansi, eksekutif maupun SKPD selaku pihak yang berwenang membuat keputusan publik. 


    Dan juga perlu peningkatan publikasi kegiatan reses dari mulai awal hingga akhir termasuk pelaporan administrasi kegiatan itu pada publik untuk meningkatkan akuntabilitas politik kegiatan Reses DPRD. Laporan pertanggung jawaban kegiatan reses yang ada lebih dilengkapi lagi agar masyarakat dapat melihat apakah aspirasi mereka benar-benar tersampaikan atau tidak serta disusun lebih sistematis dan konkrit. Pola komunikasi DPRD Bursel perlu diperbaiki agar lebih baik sehingga proses jalannya jaring aspirasi dapat lebih optimal. Selain itu perlu adanya komunikasi yang lebih terintegrasi lagi dengan lembaga eksekutif agar dapat merealisasikan aspirasi dari masyarakat. (*)


    Baca Juga

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Resesi Parlemen Buru Selatan Rating: 5 Reviewed By: Kompas Timur
    Scroll to Top