• Headline News


    Sunday, October 29, 2017

    Saatnya Pemuda Memperjuangkan Local Wisdom


    Yogyakarta, Kompastimur.com
    Mendengar Maluku dan Maluku Utara (se-Maluku) yang terlintas dibenak semua orang adalah “Kulit hitam manis, rambut keriting, lesung pipi, panorama dan kekayaan hayati laut, cengkeh,bersuara merdu dan pusat kesultanan tertua di Nusantara yang terdiri dari Kesultanan Jailolo, Tidore, Bacan dan Kesultanan Ternate.

    Maluku pada saat sekarang telah mengalami banyak perubahan dari berbagai aspek kehidupan dikarenakan Maluku sendiri tidak bisa lepas dari pengaruh globalisasi yang menawarkan kehidupan modernitas. Namun dengan pengaruh globalisasi tersebut juga yang membuat Maluku dan Maluku Utara saat sekarang terjadi krisis identitas kearifal lokal, hal ini dibuktikan dengan pola kehidupan orang Maluku yang memulai melupakan budaya saling menyapa (mangatanika), saling membantu (Homakiriwa), melupakan juga pelestarian sasi adat laut, serta minimnya Pemerintah Daerah se-Maluku memproduksi budaya local sebagai produk yang membangun daerah.

    Maka dengan persoalan-persoalan Maluku dan Maluku Utara yang hari telah jauh dari kearifan lokalnya, maka dengan ini Forum Kajian Local Wisdom Anak Adat Se-Maluku menyelenggarakan Diskusi Publik dengan Tema “Saatnya Pemuda memperjuangkan Local Wisdom”.

    Kegiatan ini diselenggarakan di Asrama Forum Mahasiswa Sula Yogyakarta, yang bertepatan dengan hari sumpah pemuda yang jatuh pada tanggal 28 Oktober 2017. Kemudian yang menjadi kordinator acara ini adalah Muhammad Adha Hi Umar, yang dimoderatori oleh Saiful Salim dengan para pembicara yang terdiri dari Hasrul Buamona, Novet Akollo Charles, Faizal Banapon, dan Yusrin Sangaji.

    Yusrin Sangaji pada kesempatan itu mengatakan, pengaruh globalisasi saat ini tidak bisa dihindari, maka sangat penting kiranya memperbanyak kajian local wisdom Maluku khususnya di Desa Mangoli Kabupaten Sula dengan melakukan kajian manganatanika lebih mendalam dan berkelanjutan dikarenakan managanatanika memiliki spirit untuk menjawab tantangan globalisasi dari berbagai aspek baik itu adat, budaya, ekonomi, sosial, politik, sumber daya manusia dan sebagainya. Sehingga Mangatanika harus dijaga sebagai warisan dan pedoman hidup.

    Sementara Novet Akollo Charles, sebagai pembicara memaparkan bahwa desa pada orde baru mendapatkan diskriminasi dikarenakan tidak memiliki kewenangan lebih seperti undang-undang desa pada saat ini.

    Seperti, lanjutnya, Homakiriwo sebagai identitas budaya masyarakat Halmahera Utara yang memiliki makna yakni budaya saling membantu dalam segala hal khususnya dalam pembangunan desa yang berbasis lokal wisdom, yang saat sekarang mengalami pergeseran, dipengaruhi juga oleh anggaran dana desa yang membuat masyarakat menjadi individualis dan berkompetisi tidak sehat demi berebut kekuasaan bukan membangun desa, dampaknya masyarakat membangun desa tidak lagi berbasis Homakiriwo melainkan berdasarkan kepentingan politik ekonomi.

    “Untuk menjaga kearifal lokal di desa, maka pemerintah desa harus melibatkan masyarakat adat itu sendiri khususnya dalam perumusan kebijakan pemerintah desa semisal pembuatan peraturan desa,” katanya.

    Sedangkan, Faizal Banapon mengatakan, Kabupaten Sula masih tertinggal dalam pembangunan. Oleh karena itu Pemda Kabupaten Sula harus kembangkan ekonomi daerah dengan berbasis ekonomi kreatif masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia (baik budaya, seni, nabati dan hewani).

    “Pemda harus juga melakukan pemberdayaan sumber daya manusia dengan cara masyarakat diikut sertakan mengikuti pelatihan industri kreatif yang kemudian pemda memberi modal agar kedepan masyarakat menjadi wirausaha produk lokal wisdom seperti halnya kota Bandung,” ucapnya.

    Selanjutnya, Hasrul Buamona sebagai inisiator Forum kajian Lokal Wisdom se-Maluku di Yogyakarta dan juga sebagai pembicara dalam diskusi publik menjelaskan bahwa ketika visi pembangunan Presiden Joko Widodo menjadikan maritim bagian utama dalam visi pembangunan, maka pantai dan laut Maluku dan Maluku Utara yang memiliki beragam potensi yang menjadi sorotan utama contohnya blok Masela pada saat sekarang.

    “Secara konstitusional masyarakat adat diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, namun dalam konsiderans UU Lingkungan hidup dan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tidak memasukan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 sebagai dasar pertimbangan lahirnya kedua Undang-Undang tersebut,” katanya.

    Menurutnya, ini masalah karena kedudukan hukum masyarakat tidak akui negara dan ditambah pula tidak ada kepedulian Pemerintah Daerah untuk mendorong masyarakat melakukan kajian Hak Ulayat Laut yang telah ada sebelum Negara ini berdiri dan sehingga tidak menjadi adat dan budaya, namun telah menjadi nilai spiritual.

    “Sehingga dengan ini forum kajian local wisdom anak Adat se-Maluku akan tetap terus berada didepan dengan mengajak seluruh anak Adat se-Maluku untuk melakukan advokasi local wisdom Maluku dan Maluku Utara dengan melalui literasi (menulis) dan diskusi yang kemudian menjadi rekomendasi dan dokumentasi adat dan budaya bagi pemerintah daerah dan masyarakat Maluku dan Maluku Utara,” tuturnya. (KT-01)

    Baca Juga

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Saatnya Pemuda Memperjuangkan Local Wisdom Rating: 5 Reviewed By: Kompas Timur
    Scroll to Top