Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita: Sektor Manufaktur Mampu Serap Banyak Tenaga Kerja
Jakarta –
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkap data bahwa sektor industri manufaktur telah menyerap banyak tenaga kerja. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), pada 2024, jumlah tenaga kerja baru yang diserap industri manufaktur mencapai 1.082.998.
Agus menyebut angka ini lebih besar dari jumlah PHK yang dilaporkan Kementerian Ketenagakerjaan pada 2024 sebesar 48.345 orang. Sebagai catatan, jumlah pekerja yang ter-PHK pada periode tersebut bukan hanya merupakan pekerja di sektor manufaktur, tetapi angka total untuk semua sektor ekonomi.
“Bahwa memang benar ada penutupan beberapa pabrik dan pemutusan hubungan kerja (PHK), kami menyampaikan empati kepada perusahaan industri dan pekerja yang mengalami hal tersebut. Kemenperin terus berupaya meningkatkan investasi baru di sektor manufaktur, mendorong munculnya industri baru untuk mulai berproduksi sehingga menyerap tenaga kerja baru lebih banyak dan menjadi alternatif lapangan kerja bagi pekerja yang terdampak PHK,” kata Agus, dalam keterangannya, Rabu (5/3/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus juga mengungkap bahwa banyak perusahaan industri manufaktur bermunculan dan mulai berproduksi dengan menyerap tenaga kerja baru yang lebih banyak pula, bahkan lebih banyak dari jumlah tenaga kerja yang kena PHK di berbagai sektor ekonomi.
Pertumbuhan sektor industri manufaktur telah membuka lapangan kerja yang semakin luas. Jumlah tenaga kerja pada industri pengolahan non-migas terus meningkat, dari 17,43 juta di tahun 2020 menjadi 19,96 juta di tahun 2024.
Data dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) tersebut menunjukkan, pada tahun 2024 rasio penambahan tenaga kerja baru di sektor manufaktur terhadap jumlah tenaga kerja yang terkena PHK mencapai 1 banding 20. Artinya, ketika 1 tenaga kerja kena PHK sektor manufaktur mampu menciptakan dan menyerap 20 tenaga kerja baru.
Rasio ini terus naik sejak tahun 2022 sebesar 1:5, menjadi 1:7 pada, dan 1:20 di tahun 2024. Kenaikan ini menunjukkan kinerja serapan tenaga kerja manufaktur Indonesia semakin baik.
Terkait penutupan perusahaan industri yang disertai dengan PHK belakangan ini, Agus menjelaskan bahwa penutupan tersebut disebabkan oleh berbagai alasan, di antaranya penurunan demand pasar ekspor, karena mismanagement pabrik, perubahan strategi bisnis principal yang ingin mendekatkan basis produksi dengan pasar di luar negeri, pelaku industri terlambat mengantisipasi perkembangan teknologi sehingga produknya kalah bersaing, dan alasan lainnya.
Dari berbagai alasan tersebut, sebagian besar penutupan pabrik disebabkan turunnya permintaan domestik karena pasar dalam negeri dibanjiri produk impor. Selain itu, faktor penyebab PHK juga didorong oleh pelemahan belanja dalam negeri, dan kelangkaan bahan baku.
“Beberapa alasan tersebut, kita tidak bisa kendalikan, terutama alasan terkait lemahnya permintaan pasar ekspor. Sedangkan yang terjadi di lapangan, penutupan industri/pabrik lebih banyak terjadi karena strategi bisnis. Namun demikian, Kemenperin fokus memonitor penutupan industri yang terutama disebabkan karena kelangkaan dan hambatan bahan baku produksi serta upgrade teknologi produksi, untuk bisa mencari penyelesaiannya,” jelas Agus.
Agus kembali menegaskan, perlu melihat dari berbagai faktor untuk memahami penyebab terjadinya PHK dan mencari solusinya, serta sinergi antara pemangku kebijakan terkait yang memiliki kewenangan untuk membahas solusi bersama, di antaranya instansi yang bisa mengeluarkan kebijakan terkait safeguard, lartas, non-tariff barrier (NTB).
(ada/rrd)
Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur di Indonesia
Industri manufaktur memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Berbagai kebijakan dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan stakeholder terkait telah mendorong pertumbuhan sektor ini, seperti yang diungkapkan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Peningkatan Serapan Tenaga Kerja
Seperti yang disampaikan oleh Menteri Agus, sektor industri manufaktur telah mampu menyerap banyak tenaga kerja baru. Data dari SIINas menunjukkan bahwa pada tahun 2024, jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai angka yang signifikan, melebihi jumlah pekerja yang ter-PHK. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini masih memiliki potensi untuk memberikan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat.
Peningkatan Investasi dan Produksi
Upaya pemerintah dalam meningkatkan investasi baru di sektor manufaktur telah memberikan hasil yang positif. Banyak perusahaan baru bermunculan dan mulai berproduksi, sehingga menyerap tenaga kerja baru. Hal ini juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, dengan peningkatan jumlah produksi dan ekspor barang-barang manufaktur.
Faktor Penutupan Perusahaan dan PHK
Meskipun terjadi penutupan beberapa pabrik dan PHK dalam beberapa periode, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti penurunan demand pasar ekspor, mismanagement pabrik, dan perubahan strategi bisnis. Namun, pemerintah terus berupaya untuk menangani masalah ini dengan memonitor penutupan industri yang disebabkan oleh kelangkaan bahan baku dan upgrade teknologi produksi.
Peran Kemenperin dan Solusi Terkait PHK
Menteri Agus juga menekankan pentingnya sinergi antara berbagai pemangku kebijakan terkait untuk mencari solusi terkait PHK. Dengan melibatkan instansi yang memiliki kewenangan dalam mengeluarkan kebijakan terkait safeguard, lartas, dan non-tariff barrier, diharapkan dapat ditemukan solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi masalah ini.
Rasio Penambahan Tenaga Kerja Baru
Data dari SIINas menunjukkan bahwa rasio penambahan tenaga kerja baru di sektor manufaktur terhadap jumlah tenaga kerja yang terkena PHK terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja serapan tenaga kerja manufaktur semakin baik, dengan mampu menciptakan lapangan kerja baru lebih banyak dari jumlah pekerja yang terdampak PHK.
Perspektif Masa Depan Sektor Manufaktur
Dengan terus meningkatnya investasi dan produksi di sektor manufaktur, diharapkan pertumbuhan sektor ini akan terus berlanjut. Pemerintah dan stakeholder terkait perlu terus berkolaborasi untuk menciptakan kebijakan yang mendukung pertumbuhan industri manufaktur, serta mengatasi berbagai tantangan yang muncul seperti kelangkaan bahan baku dan perubahan teknologi.
Dengan demikian, sektor industri manufaktur di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk terus berkembang dan memberikan kontribusi yang positif bagi perekonomian negara. Melalui kerjasama yang baik antara pemerintah, industri, dan masyarakat, diharapkan sektor ini dapat terus tumbuh dan memberikan manfaat yang maksimal bagi seluruh stakeholders.