Namlea, Kompastimur.com
Gawat, selain Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buru, Muhammad Hasan Pakaja yang diduga menggunakan gelar Sarjana bermasalah alias palsu. Ternyata anaknya Astried Fitriani Pakaya, SKM alias Astrid yang merupakan terpidana Investasi Bodong pun menggunakan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) yang juga diduga bermasalah alias palsu.
Sebab, sesuai putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ternate nomor 184/Pid.B/2018/PN Tte terkait kasus investasi bodong yang menghukum Astrid dengan hukuman 5 tahun Penjara dan Denda Rp. 10.000.000.000, ternyata turut dicantumkan gelar SKM setelah nama Astried Fitriani Pakaya sehingga tertulis Astried Fitriani Pakaya, SKM.
Tetapi, setelah media ini menelusuri lebih jauh, didapati bahwa gelar SKM yang dipakai oleh Astrid itu diduga bermasalah alias palsu ataupun diduga diperoleh dengan cara-cara yang tidak benar.
Sebab, pada website Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDDIKTI) https://pddikti.kemdikbud.go.id/ diketahui bahwa Astrid tidak lulus pada dua Universitas berbeda, yakni Universitas Sam Ratulangi dan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.
Dimana, pada halaman https://pddikti.kemdikbud.go.id/data_mahasiswa/RjYxMTc3NDAtRkY1NC00NkE4LTk5Q0UtRDcwMUIxRjI5NTJB, diketahui Astrid pernah menempuh pendidikan jenjang S1, yakni Pendidikan Dokter pada Universitas Sam Ratulangi, tempat ibunya dr. Tuthanurani Nachrawy, M.Kes alias dr. Titty mendapatkan gelar S1 dan S2-nya.
Hanya saja berbeda dengan sang Ibu, Astrid tak berhasil menyelesaikan studinya di Universitas ini.
Astrid yang tercatat memiliki Nomor Induk Mahasiswa 060111008 ketika memulai studi pada Semester Ganjil 2006 dalam status peserta didik baru itu diketahui hanya menyelesaikan 19 SKS pada Semester Ganjil 2006 itu. Selanjutnya Astrid tidak aktif lagi pada Semester Genap 2007 sehingga Ia harus menyandang status mahasiswa putus sekolah.
Astrid pun pulang ke Ternate, Ia lalu melanjutkan studinya di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.
Pada Website PDDIKTI https://pddikti.kemdikbud.go.id/data_mahasiswa/MTBGQzlBREYtNTBDNS00MzA0LTg2MEQtQjg5RDQ0RTk1MkEw, diketahui Astrid terdaftar di Universitas tersebut pada Semester Ganjil 2007 dengan Nomor Induk Mahasiswa 121051010407290.
Astrid menempuh pendidikan jenjang S1 pada Universitas ini pada Program Studi Kesehatan Masyarakat.
Hanya saja, Astrid berstatus mahasiswa hingga kini ialah dikeluarkan alias tidak lulus.
Dimana, riwayat status kuliah yang tertera pada website PDDIKTI itu ternyata Astrid berstatus Drop-Out/Putus Studi pada Semester Genap 2014.
Dari riwayat status kuliah itu, pun diketahui kendati Astrid tercatat sebagai peserta didik baru pada Semester Ganjil 2007, namun tertera pada Semester Ganjil 2009, Astrid Non-Aktif.
Selanjutnya pada Semester Genap 2009, Astrid berstatus Aktif dan menyelesaikan 18 SKS. Ia juga berstatus aktif pada semester ganjil 2010 dan menyelesaikan 10 SKS.
Namun, pada Semester Genap 2010, Astrid kembali berstatus Non-Aktif. Ia baru berstatus Aktif lagi pada Semester Ganjil 2011 dan hanya menyelesaikan 2 SKS.
Selanjutnya pada Semester Genap 2011, Astrid kembali berstatus Non-Aktif hingga pada akhirnya pada Semester Genap 2014, Astrid diberi status Drop-Out/Putus Studi oleh Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.
Sementara itu, Astrid yang dihubungi via mesengger akun Facebook Astried Fitriyanti, nampaknya tidak aktif lagi.
Sedangkan, ketika wartawan media ini meminta nomor Handphone Astrid dari Ibunya yang adalah istri Kajari Buru, yakni dr. Tuthanurani Nachrawy, M.Kes alias dr. Titty melalui mesengger akun facebooknya, Thittiek Panach tak dibalas. Malah kini akunnya diduga telah ditutup.
Kajari Buru, Muhammad Hasan Pakaja yang dihubungi via pesan WhatsApp, Selasa (23/05/2023) untuk meminta nomor Handphone istri dan anak tetapi diduga nomor wartawan media ini telah diblokir, karena ketika dihubungi melalui nomor handphone wartawan media ini yang lainnya, ternyata Kajari Buru ini diketahui membaca pesan yg dikirimkan kepadanya setelah ada centang dua biru yang muncul, tetapi ia tak membalas.
Bahkan ketika ditelepon via WhatsApp pun, Kajari Buru ini pun tak mengangkat teleponnya.
Sementara itu, beberapa orang dekat Astrid maupun orang dekat dan kerabat ibunya, dr. Tuthanurani Nachrawy, M.Kes alias dr. Titty yang coba dihubungi untuk dimintai nomor Handphone Astrid agar bisa dikonfirmasi langsung terkait masalah ini ternyata tak bersedia memberikannya.
"Mohon maaf pak. dr Titty tidak mengizinkan nopenya di kasih," kata salah satu orang dekat Ibu Astrid alias dr. Tity via mesengger belum lama ini.
Sebelumnya diberikan, dari hasil investigasi media ini, Astrid diketahui harus menjalani masa hukuman pidana penjara selama 5 tahun sejak Februari 2019 lalu atas kasus investasi bodong.
Tak hanya dihukum penjara 5 tahun, Astrid yang adalah anak dari pasangan Muhammad Hasan Pakaja dan dr. Titty Pakaja itu pun dihukum denda sejumlah Rp 10.000.000.000,00,- (sepuluh milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan.
Majelis Hakim juga membebani Astrid untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp.5.000,00,- (lima ribu rupiah);
Hal itu sesuai putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ternate nomor 184/Pid.B/2018/PN Tte yang diketuai oleh Rahmat Selang selaku Hakim Ketua dan Nkithanel N. Ndaumanu serta Sugiannur masing-masing sebagai hakim anggota yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Senin tanggal 4 Februari 2019 lalu.
Dimana, sidang itu turut dihadiri oleh Jefri Pratama selaku Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Ternate, Mokhsin Umalekhoa selaku Penuntut Umum dan Terdakwa yang didampingi Penasihat Hukumnya;
Vonis hukuman yang dibacakan Majelis Hakim itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut Astrid dengan hukuman pidana penjara selama 7 (tujuh) Tahun serta denda sebesar Rp. 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah), apabila tidak dibayar ditambah dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara.
Majelis Hakim dalam putusannya menyatakan Astrid telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia”.
Sementara itu, Muhammad Hasan Pakaja yang dikonfirmasi via telepon selulernya, Selasa (13/12/2022) tak membantah kalau anaknya memang di penjara atas kasus investasi bodong.
"Itu perkara sudah lama," kata Muhammad Hasan Pakaja.
Menurutnya, anaknya Astrid bersama terpidana lain telah menjalani hukuman mereka.
"Sudah incrah kan? Sudah dijalani," kata Muhammad Hasan Pakaja.
Bahkan, kendati Pakaja tak membantah anaknya itu divonis divonis lima tahun penjara dan denda Rp. 10.000.000.000, tapi Pakaja mengaku kalau anaknya dan sejumlah terpidana lainnya telah selesai menjalani masa hukumnya.
"Semua sudah keluar itu," ucapnya.
Menurutnya, apa yang dialami oleh anaknya itu adalah cobaan yang telah dilalui.
"Katong inikan, manusia ini kan, mana yang tidak ada cobaan. Pasti ada cobaan kan, semua. Tapi itukan sudah dulu-dulu," tuturnya.
Untuk diketahui pula, ternyata gelar Sarjana Hukum (SH) yang digunakan oleh Kajari Muhammad Hasan Pakaja diduga bermasalah alias palsu.
Namun, setelah menjabat sebagai Kajari Buru, banyak kasus korupsi di Kabupaten Buru Selatan (Bursel) yang ditinggalkan Kajari sebelumnya, yakni almarhum Muhtadi terkesan jalan di tempat seperti kasus korupsi MTQ Bursel yang telah ada tiga tersangka, namun tak di tahan hingga kini, bahkan terkesan ada pihak-pihak yang diloloskan dalam kasus ini.
Selain itu, ada kasus korupsi Tambatan Perahu Desa Labuang yang dikerjakan oleh Fidad Bahawarez. Menurut almarhum Muhtadi sebelum ia ditugaskan sebagai Atase Hukum pada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Arab Saudi di Riyadh, penanganan kasus ini tinggal menunggu penetapan tersangka, namun sayangnya hingga kini penanganannya kian tak jelas.
Belum lagi, ada sejumlah kasus korupsi lainnya yang terkesan ditangani secara tertutup, seperti kasus pengadaan lampu jalan pada puluhan Desa di Bursel. (KT-01)
0 komentar:
Post a Comment