Olifia Hukunala
Founder- (Literasi Politik Perempuan dan Anak Melanesia)
Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak dan praktik Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), menunjukan bahwa semakin minimnya ruang yang aman bagi peremuan dan anak.
Tindakan kekerasan seksual “pemerkosaan” yang dilakukan oleh ayah kandung terhadap dua anak. Kedua korban diantaranya FN (5 tahun) ketahui dari hasil pemeriksaan di RSUD Alkatiri Namrole pada 21 Januari 2022. Karena sakit dan mengalami penurunan HB. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, diketahui korban mengalami luka serius dibagian alat kelamin dan hingga saat ini FN dalam keadaan kritis. Dari hasil pemeriksaan tersebut juga diketahui tidak hanya FN tetapi kakaknya dan JN (10) tahun juga mengalami perlakuan yang sama dari ayah mereka.
Menurut keterangan ibu korban, kejadian ini sudah berlangsung sejak lama terjadi tetapi tidak diketahui oleh ibu korban karena kedua korban diintimidasi oleh pelaku bahwa “kalo dong dua lapor mama. bapa potong dong dua deng parang” kejadian ini baru diketahui sang ibu, setelah FN mengalami pendaharahan, FN lalu dibawa ibunyake rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan oleh pihak medis RSUD Alkatiri Namrole.
Pihak medis menanyakan perihal tersebut kepada ibu korban “selama ini kedua anak ini tinggal dengan siapa? apakah ada keluarga, saudara yang tinggal dengan kedua korban?" ibu korban menjelelaskan bahwa selama ini mereka hanya tinggal dengan ibu dan ayah mereka di Kilo Meter 3, Labuang, Kecamatan Namrole.
Dari hasil pemeriksaaan itu, pihak medis menjelaskan bahwa kedua anak mengalami sakit yang tidak biasa (pemerkosaan) disitu baru sang diketahui bahwa kedua anak yang sakit kedua anak adalah akibat perbuatan ayah korban.
Setelah itu pihak medis lakukan visum dan pihak medis menjelaskan pada ibu korban bahwa, dari hasil visum tersebut menunjukan bahwa ini perbuatan dari ayah mereka, dari situ lanjut ibu korban menanyakan kepada JN terkait sakitnya. Dengan respon ketakutan, kakak JN mengakui bahwa “mama…. ini bapa su biking katong su lama, bapa su kasih masu jari di “bawah waktu itu ada ade di mama pung poro”. Tapi anaknya menutup mulut ibunya dan mengatakan bahwa bapaknya mengancam anak-anak ini bahwa kalo lapor ke mama berarti di potong.
Ibu korban juga menjelaskan bahwa “memang anak-anaknya takut itu betul karena dong pung bapa kalo pukul beta itu dimuka anak dua ini, jadi dong mungkin sayang beta, jadi dong takut kasih tau beta, karena dong dua sendiri liat deng mata kepala dong pung papa ancam dan pukul beta di muka dong dua, beta hamil pun selalu dapa pukul. Sampai sekrang ini, beta ini seng talalu inga barang-barang ini, karena jujur sa beta pung kapala ini su pusing deng dapa pukul tarus.
Menurut wasil wawancara jumaat 4 Februari 2022, tim medis mengkonfirmasi kondisi terkini kedua korban, bahwa sang kaka JN (10) tahun, masih murung-murung dan mengalami ketakutan, sedangkan kondisi adiknya (FN) masih kritis karena pendarahan hingga HB yang menurun drastis, dan saat ini psikologis korban sangat terganggu dan trauma.
Kasus ini menunjukan tak hanya kedua anak yang menjadi korban kekerasan seksual oleh perlakuan bejat sang ayah, namun sang ibu juga kerap mendapatkan perlakuan kekerasan pemukulan (KDRT) di depan kedua korban, sehingga menimbulkan ketakutan.
Kekerasan seksual berdampak negatif bagi korban secara psikologis korban mengalami trauma berat dan berdampak bagi fungsi dan perkembangan otak anak. Diusia yang masih sangat kecil akan turut mepengaruhi interaksi sosial anak di lingkungan. Secara fisik anak korban kekerasan seksual mengalami lukal internal dan pendarahan hingga penyakit menular seksual.
Selain anak, perempuan (Ibu) dalam kondisi sebagai kekerasan rumah tangga, mengalami luka fisik, maupun psikologis ibu mengalami gangguan mental, trauma dan menurunnya kemampuan berpikir berpikir ibu. Secara tidak langsung, akan berdampak pada pola asuh dan masa depan anak.
Atas Perbuatan tak terpuji yang dilakukan oleh Benry Nurlatu terhadap FN dan JN yang merupakan anak kandungnya sendiri. Saat ini pelaku melarikan diri, secara tegas kami mendesak Pihak Kapolsek Namrole dan jajaran untuk menetapkan Benry Nurlalu yang merupakan pelaku kekerasan seksual terhadap kedua anak kandungnya FN (5) dan JN (7) dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Pada pihak Kapolsek Namrole dan jajaran untuk menangkap dan menindak dengan tegas pelaku sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang terakhir diubah dengan undang-undang Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang perubahan perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2022 tentang perlindungan anak menjadi Undang-undang. Sesuai pasal 82 ayat (1) junto pasal 76E sesuai pasal 82 ayat (1) junto pasal 76E setiap orang yang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiatkan dilakukan perbuatan cabul.
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, ornagorang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangangi perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang atau secara-bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Selanjutnya dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah1/3(sepertia) dari ancaman pidana sebagaimana pada ayat (1). dan saksi berupa pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling banyak 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak 5. 000. 0000. 000, (lima miliar rupiah).
Kami mendesak pihak kapolsek Namrole untuk menindak secara tegas pelaku karena telah melakukan kekerasan tidak hanya pada kedua anak tepai juga telah melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap ibu korban yang adalah istri pelaku, sesuai pasal 1 uu Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (UU PKDRT) adalahs setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga dan sanksi terhadap pelaku sesuai pasal 44 ayat (1) bahwa setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dalam paasal 5 huruf a dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak RP. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
Berdasarkan Pasal 24 Peraturan Bupati Nomor 30 tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa, Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Kabupaten Buru Selatan. Kami mendesak pemerintah daerah Kabupaten Buru Selatan, melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2PTP2A) dan pihak medis di RSUD Alkatiri Namrole untuk membantu memfasilitasi upaya perlindungan, pendampingan, dan pemulihan kedua korban dan ibu mereka baik secara fisik maupun psikologi selama proses pengobatan dan pemulihan.
Kami mendesak pemerintah daerah melalui P2PTP2A dan pihak kepolisian, tokoh masyarakat, tokoh agama dan organisasi kepemudaan untuk bersinergi untuk mensosialisasikan aturan UU perlindungan perempuan dan anak di Desa-desa sebagai langkah preventif dan edukatif bagi masyarakat untuk mengatasi kekerasan seksual pada anak dan KDRT di Kabupaten Buru Selatan. (*)
0 komentar:
Post a Comment