Oleh: Imanuel R Masela, SH
Mahasiswa Pascasarjana-UAJY
Dunia internasional pada tahun
2020 ini terguncang keras oleh
krisis pandemi global
COVID-19. Untuk mengatasi guncangan ini maka banyak negara melakukan
berbagai pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan physical
distancing sesuai dengan
protokol kesehatan yang ditetapkan oleh WHO. Namun, tingkatannya
berbeda-beda antara satu
negara dengan negara lain, ada yang secara keras melakukan
lockdown total negaranya
dengan melarang lalu lintas masuk dan keluar dari negara tersebut,
pelarangan masuk bagi
orang dari wilayah tertentu,
karantina wilayah yang dinilai menjadi episentrum penyebaran virus,
penutupan fasilitas umum dan kegiatan
sosial tertentu, atau hanya dengan
sekedar himbauan untuk melakukan physical
distancing bagi warga negaranya, selain dampak kesehatan
tentu implikasi lain adalah terganggunya perekonomian nasional dan hambatan
terhadap berbagai rancangan pembagunan suatu bangsa.
Pandemik COVID-19 membawah Implikasi besar bagi perekonomian
negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pertumbuhan ekonomi global
diperkirakan akan menurun dari 3% (tiga persen) menjadi hanya 1,5% (satu koma
lima persen) atau bahkan lebih rendah dari itu. Perkembangan pandemi Corona
Virus Disease 19 (COVID-19) juga berpotensi mengganggu aktivitas perekonomian
di Indonesia. Salah satu implikasinya berupa penurunan pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang diperkirakan dapat mencapai 4% (empat persen) atau lebih rendah,
yang sampai saat ini masi tergantung kepada seberapa lama dan seberapa parah
penyebaran pandemi COVID-19. Selain itu, implikasi kepada perubahan dalam
postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020 baik
sisi Pendapatan Negara, sisi Belanja Negara, maupun sisi Pembiayaan. Oleh sebab
itu dapat kita amati secara actual Potensi perubahan APBN Tahun Anggaran 2020
berasal dari terganggunya aktivitas ekonomi atau pun sebaliknya. Gangguan
aktivitas ekonomi akan banyak berpotensi mengganggu APBN Tahun Anggaran 2020
dari sisi Pendapatan Negara serta aktivitas ekonomi masyarakat.
Tentu kondisi ini merupakan suatu
stagnan kegentingan yang memaksa, UUD 1945 di dalam Pasal 22 menegaskan, “Dalam
hal ikhwal kegentingan yang memaksa Presiden berhak mengeluarkan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang. parameter sebagai ukuran untuk mengukur
kegentingan yang memaksa menurut Bagir Manan, (1999: 158-159) adalah harus
menunjukkan dua ciri umum, yaitu: (1) Ada krisis (crisis), dan (2) Kemendesakan
(emergency).
Suatu keadaan krisis apabila
terdapat gangguan yang menimbulkan kegentingan dan bersifat mendadak (a grave
and sudden disturbunse). Kemendesakan (emergency), apabila terjadi berbagai
keadaan yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan menuntut suatu tindakan segera
tanpa menunggu permusyawaratan terlebih dahulu. Atau telah ada tanda-tanda
permulaan yang nyata dan menurut nalar yang wajar (reasonableness) apabila
tidak diatur segera akan menimbulkan gangguan baik bagi masyarakat maupun
terhadap jalannya pemerintahan. Selain itu parameter yang digunakan adalah
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 yang menginsyaratkan
kegentingan yang memaksa antara lain
(1). karena adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara
cepat berdasarkan Undang-Undang, (2). Undang-Undang yang dibutuhkan belum ada
sehingga terjadi kekosongan hukum atau tidak
memadainya Undang-Undang yang saat ini ada; dan (3). kondisi kekosongan
hukum yang tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara
prosedur biasa yang memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang
mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Kondisi bangsa Indonesia dalam menghadapi COVID-19 tentu
merupakan suatu keadaan yang sangat genting sehingga Presiden harus
mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-undang (PERPU) sebagai suatu intrumen
hukum untuk menjawab dan mengendalikan perekonomian bangsa. Dalam kondisi
demikian maka Presiden telah mengeluarkan Perpu No.1 Tahun 2020 Tentang
Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi
Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem
Keuangan.
Lahirnya Perppu No. 1 Tahun 2020
dimaksudkan untuk menjadi instrumen hukum yang mejawab kedaruratan di bidang
keuangan negara untuk merespons secara cepat ancaman bahaya Covid-19.
Perppu No. 1 Tahun 2020 mengatur
secara komrehensif dan eksplisit sejumlah kebijakan darurat dengan berbagai
prinsip yang antara lain, Pertama, berkaitan dengan obyek diatur yaitu
kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan di bidang pendapatan
negara termasuk di bidang perpajakan, belanja negara termasuk di bidang
keuangan daerah, dan pembiayaan. Kedua, yaitu peranan aktor-aktor kebijakan di
bidang fiskal dan moneter yang terdiri dari Bank Indonesia, OJK, KSSK dan
Lembaga Penjamin Simpanan.
Selanjutnya berkaitan dengan konsekuensi dari dilakukan
kebijakan diskresi dalam bidang keuangan maka diperlukan jaminan kepastian
hukum menyangkut subyek pengambil kebijakan keuangan agar tidak dituntut secara
perdata maupun pidana dengan syarat pelaksanaan tugas dilakukan berdasarkan
itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menyangkut obyek
kebijakan terkait implementasi Perppu No. 1 Tahun 2020 biaya yang telah
dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan
kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan
belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan
pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi
nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian
dari krisis dan harus dianggap sebagai kebijakan dibidang keungan negara yang
bukan merupakan kerugian negara.
Dalam pelaksanaan Perppu No. 1
Tahun 2020 Tentu dibutuhkan berbagai
tekni pelaksanaan. Sebagai instrument yang mengatur berbagai hal teknis
berkaitan dengan relaksasi penerimaan negara maupun stimulus fiskal dari
sejumlah sumber penerimaan maka Menteri mengeluarkan berbagai Peraturan sebagai
langkah teknis pelaksanaan Perppu No. 1
Tahun 2020 dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), antara lain PMK No.
11/PMK.010/2020 yang memberikan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman
modal di bidang-bidang tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu, PMK No.
12/PMK.010/2020 yang mengatur mengenai kebijakan pemerintah untuk menanggung
bea masuk sektor industri tertentu pada tahun anggaran 2020, PMK No.
16/PMK.010/2020 yang mengatur kebijakan pemberian fasilitas pengurangan
penghasilan neto atas penamanan modal baru atau perluasan usaha pada bidang
usaha tertentu yang merupakan industri padat karya. (Opini)
0 komentar:
Post a Comment