• Headline News


    Monday, June 15, 2020

    Gula-gula dari Nusaina

    Foto:  Lahan sawit milik mantan Bupati Maluku Tengah dua periode Abdullah Tuasikal di Desa Kobi Mukti, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi. Lahan seluas 97 hekatar ini, dimitrakan ke PT Nusa Ina Agro Kobi Manise.  (Muhammad Jaya Barends).

     
    Liputan ini hasil kerja sama Tempo, Tempo Institute, www.kompastimur.com dan Free Press Unlimited.


    Kompastimur.com
    Perusahaan Sihar Sitorus diduga membagikan duit dan mobil untuk memperlancar pengalihan lahan. Sebagian lahan masih berada di kawasan hutan.

    Menyambangi Kantor Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Sihar Sitorus hadir dalam acara musyawarah perencanaan pembangunan pada awal 2008. Dalam acara yang dihadiri perangkat desa dan pemuka masyarakat itu, Sihar memboyong sejumlah koleganya dari Jakarta dan Ambon. Raja Aketernate periode 2002-2011, Yordanus Kulawa, yang hadir dalam pertemuan itu, membenarkan kabar kehadiran Sihar. “Banyak yang hadir,” ujar Yordanus pada akhir Desember 2019.

    Foto: Raja Aketernate Periode Raja2002-2011, Yordanus Kulawa.  (Muhammad Jaya Barends).
    Tiga peserta pertemuan bercerita, Sihar menyampaikan keinginannya berinvestasi di bidang perkebunan sawit di Seram Utara. Menurut mereka, Sihar menjelaskan manfaat yang akan diperoleh masyarakat jika tanah mereka dikelola menjadi kebun sawit, antara lain duit jutaan rupiah per bulan. Dalam penjelasan selama dua jam itu, Sihar juga berjanji perusahaannya akan membantu biaya pendidikan anak-anak pemilik tanah dan merekrut penduduk lokal sebagai karyawan perusahaan.

    Satu orang kepercayaan Sihar bercerita, seusai pertemuan itu seorang anak buah Sihar membagikan uang kepada perangkat desa. Nilainya Rp 250-500 ribu per orang. Total duit yang dibagikan, kata dia, mencapai Rp 200 juta. Dimintai tanggapan soal cerita ini melalui pesan WhatsApp, Sihar enggan berkomentar. Ia menanyakan sumber informasi tersebut.

    “Sumber data dari mana atau siapa? Saya berhak tidak menanggapi kalau tendensius,” ucap Sihar pada akhir April lalu.

    Sehari kemudian, Sihar mensosialisasi rencana investasinya di Balai Desa Aketernate, Seram Utara. Setelah itu, ia meninggalkan tim kecil yang bertugas melakukan sosialisasi serta membujuk masyarakat menyerahkan tanahnya untuk dikelola menjadi kebun sawit. Dua anggota tim itu dan beberapa mantan karyawan di perusahaan Nusaina Group—perusahaan yang didirikan Sihar—bercerita, mereka mendekati kepala desa, raja setempat, dan pemuka agama. Mereka memberikan kendaraan dan berjanji mengangkat para tokoh itu sebagai karyawan dengan insentif bulanan. Tujuannya, kata mereka, memperlancar proses kemitraan dengan masyarakat.

    Hasan Manusamal, Kepala Desa Kobi Mukti periode 2008-2015, mengatakan setiap kepala desa yang bersedia membantu perusahaan diangkat menjadi karyawan dengan jabatan anggota staf hubungan masyarakat. Bantuan itu berupa memetakan tanah masyarakat, mensosialisasi rencana perkebunan sawit, dan membujuk masyarakat bermitra dengan perusahaan. Hasan mengaku menerima insentif Rp 700 ribu per bulan.

    Namun mantan Kepala Desa Waiasih, Sumardji, membantah jika disebut menerima imbalan. “Saya tidak pernah menerima sepersen pun,” tuturnya. Adapun bekas Kepala Bagian Keuangan Nusaina Group, Samsul Arifin Simbolong, menampik pemberian tersebut. “Kami hanya membantu kalau ada kegiatan di desa,” katanya.

    Mantan Raja Aketernate, Yordanus Kulawa, mengaku menerima insentif dari Nusaina Group. Ia juga menerima Toyota Avanza dari Nusaina pada 2008. Namun ia berdalih mobil itu ditukar dengan lahan yang berada dalam kawasan hutan produksi untuk dikonversi (HPK) seluas 178 hektare di Aketernate, Kecamatan Seram Utara Timur Seti, pemekaran dari Seram Utara. Memegang izin pemanfaatan HPK, Yordanus menyerahkan pengelolaan lahan melalui perjanjian kemitraan dengan Nusaina Group.

    Menurut Yordanus, banyak penduduk menyerahkan lahannya dengan imbalan mobil, uang Rp 1 juta per hektare, atau pinjaman hingga Rp 10 juta per keluarga. Dengan iming-iming tersebut, banyak penduduk menyerahkan lahannya kepada Nusaina Group untuk dikelola. Tercatat luas tanah masyarakat yang dimitrakan mencapai 15 ribu hektare.

    Upaya membujuk pemilik tanah ini beriringan dengan langkah Sihar Sitorus membentuk lima perusahaan di bawah bendera Nusaina Group, yaitu PT Nusaina Aketernate Manise, PT Nusaina Agro Kobi Manise, PT Nusaina Agro Huaulu Manise, PT Nusaina Tanah Merah Manise, dan PT Nusaina Agro Manusela Manise.

    Nusaina Group pun menjadikan tanah kemitraan sebagai modal mengurus izin usaha perkebunan (IUP) ke Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah. Sesuai dengan ketentuan saat itu, yakni Pasal 11 Peraturan Kementerian Pertanian Nomor 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Perusahaan Perkebunan, pemegang IUP wajib membangun kebun untuk masyarakat seluas 20 persen dari area kebun yang diusahakan perusahaan. Salah satu caranya dengan menerapkan sistem bagi hasil.

    Lima perusahaan itu memperoleh izin usaha perkebunan budi daya dan izin usaha perkebunan pada akhir 2009. Dari 100 ribu hektare area yang dimohonkan Nusaina Group, Bupati Maluku Tengah saat itu, Abdullah Tuasikal, hanya memberi izin 10 ribu hektare. Beberapa bulan kemudian, Nusaina memohon perluasan area. Abdullah menyetujuinya sehingga luas izin kebun sawit Nusaina menjadi 40 ribu hektare.

    Namun izin awal kelima perusahaan ataupun perluasan tersebut terbit tanpa didahului pelepasan kawasan hutan. Dari dokumen perizinan diketahui ada area seluas 8.000 hektare berada dalam kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) dan 7 hektare masuk area penggunaan lain. Tanpa pelepasan status HPK, lahan tidak boleh digunakan untuk produksi. Berdasarkan data Balai Pemantapan Kawasan Hutan IX Ambon Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, baru lahan seluas 700 hektare yang dikelola PT Nusaina Agro Huaulu Manise yang mendapat pelepasan kawasan hutan. Pelepasan tersebut ditandatangani oleh Menteri Kehutanan saat itu, Zulkifli Hasan, pada 2014.

    Beralasan izin terbit lebih dari sepuluh tahun silam, Abdullah Tuasikal menghubungi koleganya di Maluku Tengah untuk memastikan informasi tersebut pada akhir Januari lalu. Ia lalu mengakui sebagian area izin usaha perkebunan Nusaina berada di kawasan hutan. “Memang sebagian ada di kawasan hutan, tapi jumlahnya tidak banyak,” kata bupati dua periode ini.

    Dua mantan karyawan Nusaina yang mengetahui proses pengajuan izin bercerita, persetujuan perluasan lahan itu bisa tetap keluar karena adanya upeti untuk pejabat Maluku Tengah. Ditemui secara terpisah, dua orang yang enggan disebut namanya dengan alasan keamanan tersebut mengatakan ada transaksi sekitar Rp 1 miliar pada September 2010 kepada pejabat Maluku Tengah itu. Seorang di antaranya menyatakan melihat kuitansi pemberian uang tersebut. Namun dia tidak bisa menunjukkan bukti tersebut kepada Tempo.
    Foto: Perkebunan sawit Nusa Ina Grup di Desa Kobi Mukti, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku yang baru selesai di panen tandan buah segar. (Muhammad Jaya Barends)
    Mantan Kepala Bagian Keuangan Nusaina Group, Samsul Arifin Simbolong, mengaku tidak mengetahui urusan upeti ke Pemerintah Maluku Tengah. “Saya tidak paham. Itu level direktur dan bos-bos,” tuturnya. Adapun Abdullah Tuasikal membantah cerita tersebut. Ia menyatakan tidak pernah menerima imbalan dalam penerbitan izin usaha perkebunan ke Nusaina. “Silakan bawa buktinya kalau saya pernah menerima duit,” katanya. (KT/RP-MJB)

    Baca Juga

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Gula-gula dari Nusaina Rating: 5 Reviewed By: Kompas timur
    Scroll to Top