• Headline News


    Saturday, January 19, 2019

    Debat Perdana Pasangan Capres-Cawapres : Belum Memperlihatkan Potret Demokrasi Yang Ideal, 'Kecerdasan Dipatahkan Oleh Kebodohan Yang Terselubung’



    Release, Kompastimur.com
    Debat pertama yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemarin malam, Kamis (17/1), belum mempertlihatkan potret demokrasi yang ideal. Jiwa kenegarawan sejati pun luntur, karena mental seorang negarawan harus mampu melewati kawah candradimuka dengan lompatan jaman yang jauh terukur, gagasan yang kuat, mental yang berani dan berjiwa besar, sehingga dapat diandalkan dan diharapkan menjadi orang yang mampu mewakafkan dirinya, seluruh tenaga dan pikirannya untuk kemajuan  bangsa dan negara ini, tanpa pamrih atau menuntut apa yang bangsa ini berikan kepada dirinya.

    Pendapat ini disampaikan Presiden Indonesian Youth Updates (IYU) Ruben Frangky Darwin Oratmangun, dalam rilis tertulisnya, Jumat (18/1).

    Secara eksplisit kehidupan demokratisasi di Indonesia tidak pernah lepas dari pertentangan politik, kritik, sinisme, saling sikut dan tentunya menciptakan atmosfir sebuah perdebatan panas, dengan gagasan yang penuh intrik dan gimmick.

    Debat bukan perkara mengumbar sentimen dan meraih suara semata, namun esensi debat adalah mampu mensugesti atau memberi rangsangan secara ilmiah untuk membangun  rasionalitas dalam diskursus publik yang kritis dan solutif. Juga sekaligus menjadi indikator penting bagi bangsa yang merupakan sebuah komunitas politik yang demokratis.

    “Sang petahana (Joko Widodo-Ma'ruf Amin) tampak reaktif dan agresif seraya melontarkan jab-jab ringan yang mudah dihindari sang penantang (Prabowo-Sandi) yang begitu tampak sangat hati-hati akibat terjebak dalam ruang obsesi kesantunan politik, yang oleh lawannya justru dikesampingkan," pungkas Ruben.

    "Sang petahana selalu menggunakan narasi yang sifatnya argumentatif, kurang elaboratif. Konsentrasi pun tertuju pada text book yang dibawanya sehingga kehilangan fokus dan minim substansi. Sebaliknya dengan Sang penantang, begitu offensive dan narasi yang dibagun penuh hiperbola tanpa data yang jelas, asal apa yang diungkapkannya jelas", tandas Ruben.

    Perdebatan kini jadi sekedar mengisi kuisioner dengan secarik kertas ditangan yang sudah dibubuhi kata kunci dan di ibaratkan sebuah pentas opera penuh jenaka; hal ini sangat miris!!

    Sebelumnya para paslon diberikan 'kisi – kisi' atau bocoran pertanyaan dengan alasan agar perdebatan yang kelak berlangsung tidak menyinggung atau mendiskreditkan perasaan kedua pasangan calon presiden tersebut. Kendati demikian, kandidat pun jadi sempoyongan dan terbata-bata menyatakan gagasannya, mereka nampak gagap dalam beretorika dan nihil kebaruan ide, yang secara tak langsung menunjukkan kegamangannya sebagai calon pemimpin di negeri ini.

    Hasil debat pun tidak berkualitas, kecerdasan dipatahkan oleh kebodohan yang terselubung. Sehingga rana diskursus ilmiah disajikan bahan lelucon bagi publik, perdebatan yang minus elaborasi, penuh gimmick, rasionalitas terkikis dengan argumen yang  tidak berbasis oleh data yang akurat (based on data), serta model interaksi komunikatif yang tak elegan layaknya ksatria perang yang sangat bernafsu untuk menghabisi lawannya.

    Harapan publik pupus dengan diskusi yang tidak edukatif; tak hanya gagal menghadirkan argumen yang berkualitas, justru mengaburkan esensi dari sebuah debat sebagai suatu arena yang dapat memberikan kesan positif dan mencerahkan mata hati publik. Pertentangan, kritik, desas-desus tentang kemana negara ini akan dibawa, perlu menggunakan pisau analisa politik yang bebas dari kontaminasi politik kepentingan (sentiment), identitas dan politik adu domba (devide et impera), untuk membedah setiap case yang ada atau mereproduksi sistim politik yang berkarakter, sejuk dan damai.

    Perdebatan dibangun tanpa logika, minim substansi dan di luar konteks permasalahan (out of the box), sehingga tidak ada korelasi dengan implementasi kebijakan saat ini (real condition) dan kontras terhadap setiap peristiwa pelanggaran Hukum, HAM berat masa lalu dan peristiwa pelanggaran HAM berat lainnya hanya dianggap angin lalu yang kemungkinan besar tidak dijadikan parameter dalam menghapus potret buram pelanggaran HAM di Indonesia dan reformasi peradilan militer. Tatkala kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu hanya jadi jualan politik dan isapan jempol belaka. Bagaimana semua itu bisa direalisasikan, jika pengakuan hak atas hajat hidup orang banyak diabaikan tanpa melalui prosedur hukum dan penyelesaian yang jelas.

    Sikap geram terhadap koruptor dan pemberantasan korupsi hanya sebatas ilusi optik yang tak bertepi, ketika solusinya adalah dengan menjadikan segenap pejabat di Indonesia kaya raya. Rakyat dengan jerih payah membayar pajak hanya untuk memperkaya para pejabat negara, elit politik yang memposisikan diri mereka sebagai kaum oligarki; supremasi hukum bagi mereka ibarat pedang bermata dua “Tajam ke bawah dan Tumpul ke atas”. Istilah ini mungkin sudah lumrah di masyarakat Indonesia saat ini bahwa, hukum di Indonesia terskesan diskriminatif. Praktik-praktik penegakkan hukum yang berlangsung, meskipun secara formal telah mendapat legitimasi hukum (yuridis-formalistik), namun legitimasi moral dan sosial sangat lemah.

    Isu kesetaraan gender menjadi sebuah  pelecehan besar bagi para  penganjur studi feminisme dan kaum aktivis perempuan. Mengapa? Karena substansinya melekat pada perdebatan keterwakilan perempuan secara fisik; di saat kekerasan dan pelecehan seksual kerap luput dari penegakkan hukum dan agenda reformasi hukum serta prolegnas. Semakin tragis bagi para pejuang Aksi Kamisan;  alih-alih ini merupakan sebuah isu penting yang layak dapat tempat dalam sebuah perdebatan untuk memilih pemimpin dan tidak boleh lekang pada kontestasi elektoral semata yang sifatnya temporer. (Rls)


    Baca Juga

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Debat Perdana Pasangan Capres-Cawapres : Belum Memperlihatkan Potret Demokrasi Yang Ideal, 'Kecerdasan Dipatahkan Oleh Kebodohan Yang Terselubung’ Rating: 5 Reviewed By: Redaksi
    Scroll to Top