• Headline News


    Monday, July 3, 2017

    Bung Komar: Tradisi Pukul Sapu Lidi Mamala Harus ‘Go Internasional’

    Bakal Calon Gubernur Maluku, Komarudin Watubun (Baju Merah)

    Ambon, Kompastimur.com
    Rangkain Hari Raya Idul Fitri seakan tak ada habisnya. Di beberapa daerah di Indonesia, hari ke-7 Idul Fitri dirayakan dengan berbagai tradisi. Ada Tradisi Perang Topat di Nusa Tenggara Barat, Tradisi Meriam Karbit di Pontianak, Tradisi Grebeg Syawal di Yogyakarta dan Tradisi Bakar Gunung Api dari Bengkulu. Tak terkecuali tadisi Budaya Atraksi Pukul Sapu Lidi di Negeri Mamala di Maluku. 

    “Inilah keragaman dan kebesaran Indonesia yang harus kita syukuri, jaga, rawat serta lestarikan,” ujar Komarudin Watubun, Anggota DPR RI yang hadir pada acara Budaya Atraksi Pukul Sapu Lidi di Negeri Mamala, Minggu (2/7), tepat hari ke-7 Idul Fitri 1438 Hijriah.

    Traidisi ini dilakukan oleh para pemuda yang berasal dari Desa Morela dan Desa Mamala, Kabupaten Maluku Tengah. Mereka saling berhadapan dengan menggunakan lidi dari pohon enau. Para pemuda ini akan saling menyerang dalam kurun waktu 30 menit. Seusai pertarungan, setiap pemuda mendapatkan pengobatan secara khusus dari desanya.

    Pemuda yang berasal dari Desa Morela akan memperoleh getah jarak sebagai obat penyembuh luka, sementara pemuda yang berasal dari Desa Mamala menerima obat penyembuh luka yang terbuat dari minyak kelapa yang dicampur dengan pala dan cengkeh. Sebagian pihak menilai khasiat minyak ini telah kesohor kemana-mana, sehingga menarik minat para ilmuan dari dalam dan luar negeri untuk menelitinya.

    “Sepintas tradisi membahayakan para anggotanya, namun tradisi ini justru bisa menjalin ikatan silaturahmi antara kedua desa dengan baik. Catatan lain dan penting dari peristiwa ini adalah, pembuktian tentang kekuatan doa dan restu dari para tetua kampung atas minyak-minyak tersebut”, ujar Komarudin Watubun.

    Untuk itu, tambah Komar, dari sisi budaya tradisi yang telah terbangun sejak abad ke-17 ini harus dijaga.

    “Dari sisi masa depan, idealnya dikelola dengan baik, karena ini memiliki nilai jual budaya dan parawisata yang bisa mengundang wisatawan dari dalam dan luar negeri sehingga memberikan manfaat secara ekonomi bagi penduduk,” tegas pria yang akrab disapa Bung Komar itu.

    Dari sisi bahasa, negeri Mamala merupakan salah satu negeri di jazirah Leihitu Pulau Ambon.  Konon, negeri Mamala dalam bahasa daerah disebut dengan kata “Ama-Latu”  yaitu “Ama’ artinya Negeri, dan “Latu”  artinya  Raja sehingga “Ama-Latu”  artinya Negeri  Raja.

    Menurut kisah yang beredar, ketika orang-orang Portugis bertemu dengan penduduk Mamala mereka bertanya asal usulnya. Masyarakat Mamala pun menjawab sambil menunjuk ke arah gunung dengan menyebut kata “Mala-mala”, yang maksudnya letak negeri mereka ke arah gunung yang berwarna kebiru-biruan, yang oleh orang Portugis  di sebut “Mamala”.

    Walaupun tradisi ini bagian dari rangkaian Idul Fitri, namun yang merayakan tradisi ini tidak hanya dari kalangan umat Muslim, warga beragama lainnya juga banyak yang turut serta.

    “Ini menujukkan kekuatan eratnya kekerabatan (pela) orang-orang Maluku yang harus terus kita pegang,” tegas Bung Komar yang juga menjadi bakal calon Gubernur Maluku. (KT-01)

    Baca Juga

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Bung Komar: Tradisi Pukul Sapu Lidi Mamala Harus ‘Go Internasional’ Rating: 5 Reviewed By: Kompas Timur
    Scroll to Top