Kelompok
Kerja Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ruang Hidup Adat dan Perlindungan Hutan Papua
Barat mendesak rencana tata ruang wilayah RTRW Papua Barat harus
melahirkan terobosan atas pengakuan dan perlindungan hutan tersisa guna
mencegah konflik sumber daya alam dan melindungi sisah hutan kekayaan untuk
keberlangsungan hidup masyarakat adat
"Amanat
Kebijakan Pemerintah harus melindungi paling tidak 70 persen hutan di Tanah
Papua tercermin dalam revisi tata ruang Papua Barat," kata Novi Hematang
dari kelompok kerja masyarakat sipil untuk keadilan ruang hidup adat dan
perlindungan hutan Papua Barat usai menggelar workshop Police Brief
Penyelamatan Hutan dan Ruang Hidup di Hotel Triton, Kamis (14/12)
Dikatakan,
kelompoknya merekomendasi penetapan kawasan dengan fungsi lindung sebesar
6.318453 hektar atau 64 persen dalam revisi RTRW 2018. Kawasan lindung yang
berpotensi yakni, kawasan konservasi, kawasan hutan lindung, kawasan
PIPPIB, kawasan bentang alam karst dan kawasan gambut serta kawasan indikasi
areal perhutanan sosial.
"Kami
juga merekomendasi percepatan penetapan peraturan daerah tentang pengakuan dan
perlindungan masyarakat hukum adat di tingkat Provinsi maupun Kabupaten di
Papua Barat," ujar Novi Hematang.
Kata dia,
rekomendasi ini merupakan kesimpulan dari lokakarya penyelamatan hutan dan
ruang papua barat yang tertuang dalam dokumen arahan kebijakan yang mereka
susun.
Dikatakan,
kebijakan penataan ruang telah tertuang dalam Perda Nomor 4 Tahun 2013 tentang
rencana tata ruang wilayah papua barat hal itu juga mengatur secara umum
berbagai pola dan struktur ruang. Kebijakan tersebut juga di anggap
belum mengakomodir ruang hidup masyarakat adat papua barat
"Kebijakan
itu hanya mengatur kawasan hutan fungsi budidaya mencapai kurang lebih
6.492.362 ha atau 66 persen dari luas wilayah Papua Barat sedangkan pola ruang
dengan fungsi lindung hanya sekitar 3.342.870 ha atau 34 persen dari luasan
Papua Barat," ungkap Novi yang merupakan aktivis lingkungan.
Novi juga
mengungkap bahwa RTRW saat ini belum melihat arah kebijakan yang jelas bahkan
belum mengakomodir ruang hidup masyarakat hukum adat. Lanjut kata Dia,
pada 2016 akhir pemerintah pusat mengakui dan menetapkan 9 Hutan adat
juga di Tahun 2017 ditetapkan 9 Hutan adat. dari 18 Hutan adat yang di tetapkan
tidak ada satupun di wilayah palua barat yang luasnya mencapai 7,28 persen dari
kawasan Hutan Indonesia
"Artinya
Papua Barat memiliki 8.789.824 juta ha namun dengan luasan itu masyarakat adat
diberi kesempatan memiliki hak dan wilayah kelolah atas hutanya," kata Novi.
Lebih
lanjut kata Novi, awal 2017 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 13 tentang tata ruang Nasional ini salah satu cara untuk memelihara dan
mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup, didalamnya tercantum
penetapan fungsi lindung 70 persen untuk pulau Papua
"Jadi,
Tahun 2018 nanti menjadi momen agar di implementasikan PP 13 ini, alasanya
Perda Papua Barat tentang RTRW akan memasuki Tahun ke 5. Berdasarkan PP Nomor
15 Tahun 2010 tentang penyelenggaraan penata ruang bahwa jangka waktu 5 tahun
akan di tinjau kembali RTRW," katanya.
Sementara
Ketua Tim Penyusun Arah Kebijakan Kelompok Kerja Masyarakat Sipil Untuk Keadilan Ruang
Hidup Adat Sulfianto menyebut substansi Perda Nomor 4 tentang RTRW Papua Barat
belum jelas bahkan tidak selaras dengan peta RTRW Papua Barat
"Saya
ambil contoh pada pasal 32 tentang pola ruang lindung di jelaskan bahwa kawasan
sempadan sungai, pantai kawasan sekitar danau dan waduk digolongkan dalam
perlindungan setempat dalam pola ruang lindung," kata Sulfianto
Namun
lanjut kata dia, pada lampiran peta RTRWP dalam perda tersebut belum
mengakomodir kawasan tersebut. Luasan kawasan lindung serta letak secara
geografis juga tidak di sebutkan dalam Perda itu sehingga pemanfaatan ruang
dapat di gunakan sebagai kawasan dengan fungsi budidaya.
Permasalahan
lainya yakni Perda Nomor 4 Tahun 2013 itu belum mengakomodir ruang hidup
masyarakat adat di papua barat sementara UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otsus
Papua membeti ruang kepada MRP untuk melakukan peninjauan kembali Perda
tersebut karena di nilai bertrntangan dengan lerlindungan hak Orang Asli Papua
terutama RTRW Papua Barat.
"Hingga
saat ini belum ada Peraturan Daerah yang menjadi landasan hukum mengatur dalam
upaya pemberian hak pengelolaan kepada masyarakat adat kendati ada Perdasus
namun hingga saat ini belum ditetapkan," tuturnya. (KT-ARA)
0 komentar:
Post a Comment